2.2 Landasan Hukum Gratifikasi
Ketentuan tentang gratifikasi yang dianggap suap seperti diatur pada Pasal 12B dan 12C Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tersebut berbeda dengan suap.
Pasal 12B
(b) yang nilainya kurang dari Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
2. Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 12C
- Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
- Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.
Pasal 12B dan 12C mengandung sejumlah unsur utama yang membedakan antara definisi gratifikasi secara umum sebagai pemberian dalam arti luas dengan gratifikasi yang dianggap suap, yaitu unsur:
- Pegawai negeri/penyelenggara negara
- Menerima gratifikasi
- Berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Pegawai Negeri adalah:
- Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Kepegawaian. Saat ini berlaku Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparat Sipil Negara.
- Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Bagian ini mengacu pada perluasan definisi pegawai negeri menurut Pasal 92 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
- orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah
- orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah; atau
- orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat. Yang dimaksud dengan fasilitas adalah perlakuan istimewa yang diberikan dalam berbagai bentuk, misalnya bunga pinjaman yang tidak wajar, harga yang tidak wajar, pemberian izin yang eksklusif, termasuk keringanan bea masuk atau pajak yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Penyelenggara Negara, meliputi :
- Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara.
- Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara
- Menteri
- Gubernur
- Hakim
- Pejabat Negara Lainnya :
- Duta Besar
- Wakil Gubernur
- Bupati / Walikota dan Wakilnya
- Pejabat lainnya yang memiliki fungsi strategis :
- Komisaris, Direksi, dan Pejabat Struktural pada BUMN dan BUMD
- Pimpinan Bank Indonesia
- Pimpinan Perguruan Tinggi
- Pimpinan Eselon Satu dan Pejabat lainnya yang disamakan pada lingkungan Sipil dan Militer
- Jaksa
- Penyidik
- Panitera Pengadilan
- Pimpinan Proyek atau Bendaharawan Proyek
Pengecualian Sanksi Hukum
Pada Pasal 12C Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terdapat fasilitas bagi pegawai negeri/penyelenggara negara untuk melaporkan penerimaan gratifikasi yang dianggap suap kepada KPK paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan gratifikasi.
Pembalikan Beban Pembuktian
Dalam perspektif penindakan Tindak Pidana Korupsi, gratifikasi dimasukkan menjadi salah satu delik dari beberapa jenis delik korupsi pada Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Beberapa hal dapat diangkat terkait penerapan delik gratifikasi dalam kerangka penindakan tindak pidana korupsi, yaitu:
- Unsur pasal gratifikasi yang dianggap suap lebih sederhana dari unsur pasal suap, yaitu tidak mensyaratkan terpenuhinya unsur ‘melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang berlawanan kewenangan’ dari pegawai negeri/penyelenggara negara.
- Ancaman pidana delik gratifikasi lebih tinggi dari delik suap. (Pasal 5 UU31/1999)
- Adanya mekanisme pembalikan beban pembuktian atas dakwaan penerimaan gratifikasi yang dianggap suap yang melebihi Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Dengan adanya aturan ini, apabila pegawai negeri/penyelenggara negara didakwa menerima gratifikasi yang dianggap suap, maka pegawai negeri/penyelenggara negara tersebut yang memiliki kewajiban untuk membuktikan di pengadilan.
Untuk lebih lanjut, mari simak video tentang pembalikan beban pembuktian berikut:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar